BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Mycobacterium leprae merupakan parasit obligat intraseluler yang
terutama terdapat pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada
dermis atau sel Schwan di jaringan saraf. BilaMycobacterium
leprae masuk ke dalam tubuh, akan menimbulkan reaksi Hipersensitifitas
tipe IV oleh sel TH1, sel pembunuh dan makrofag. Antigen difagositosis oleh makrofag, diolah,
dan dipresentasikan pada sel TH. Sensitisasi ini berlangsung lebih
dari 5 hari. Pada kontak kedua, sejumlah sel T teraktivasi menjadi sel TH1.
Sel ini akan merangsang pembentukan monosit di sumsum tulang melalui IL-3 dan
faktor yang merangsang koloni makrofag-granulosit (GM-CSF) sehingga menarik
monosit dan makrofag melalui kemokin, seperti MCPs (monocyte chemoattractant
proteins) dan MIPs (monocyte inflammatory proteins), dan
mengaktifkannya melalui interfeuron γ (IFN-γ). MCPs dan MIPs bersama dengan
TNF-β meyebabkan reaksi peradangan yang hebat.
Makrofag dalam jaringan berasal dari monosit dalam darah yang mempunyai nama
khusus, antara lain sel Kupffer dari hati, sel aveolar dari paru, sel glia dari
otak, dan dari kulit disebut histiosit. Dengan adanya proses imunologik,
histiosit datang ke tempat kuman. Kalau datangnya berlebihan dan tidak ada lagi
yang harus difagosit, makrofag akan berubah bentuk menjadi sel epiteloid yang
tidak dapat bergerak dan kemudian akan berubah menjadi sel datia Langhans.
Adanya massa epiteloid yang berlebihan dikelilingi limfosit disebut tuberkel
akan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. Pada penderita dengan
Sistem Imun Seluler (SIS) rendah atau lumpuh, histiosit tidak dapat menghancurkan M.
Lepra yang sudah ada didalamnya, bahkan ijdikan tempt berkembang iak
dan disebut sel Virchow atausel lepra atau sel
busa dan sebagai alat pengangkut penyebarluasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
PENGERTIAN
Penyakit
Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai
penyakit kusta atau lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis
yang sebelumnya,diketahui hanya disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium leprae hingga di temukan baktery Mycobacterium lepromatosis olehUniversitas Texas pada tahun 2008, yang
menyebabkan endemik sejenis
kusta di Meksiko dan Karibia, yang dikenal lebih khusus dengan sebutandiffuse lepromatous leprosy. Sedangkan bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ilmuwan Norwegia bernama Gerhard
Henrik Armauer Hansen pada
tahun 1873 sebagai patogen yang
menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai
lepra. Saat ini penyakit lepra lebih disebut sebagai penyakit Hansen.
Morbus Hansen juga adalah
penyakit infeksi yang kronis, disebabkan oleh Mikrobakterium leprae yang
obligat intra seluler yang menyerang syaraf perifer, kulit, mukosa traktus respiratorik
bagian Atas kemudian menyerang organ-organ kecuali susunan syaraf pusat.
penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya
penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya
B.
ETIOLOGI
Kuman penyebabnya
Adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G. A. Hansen pada
tahun 1874 di Norwegia. M. leprae berbetuk basil dengan ukuran 3-8 Um
x 0,5 Um, tahan asam dan alcohol serta Gram positif. Di luar tubuh dapat hidup
selama 2-9 hari. Masa pembelahan time rata-rata 20 hari. atau generationgram
positif, berbentuk batang, dan dikelilimgi
olehmembran
sel lilin yang merupakan ciri dari
spesies Mycobacterium. M.
leprae belum dapat dikultur pada laboratorium.
Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk
batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan
yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini
dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo
C.
PATOFISIOLOGI
Walaupun penyebab penyakit ini sudah diketahui
pada tahun 1873 (lebih dari 100
tahun lalu), namun cara penularannya
masih belum diketahui secara pasti. Teori yang paling banyak
dianut adalah penularan melalui
kontak/sentuhan yang berlangsung
lama; namun berbagai
penelitian mutakhir mengarah pada droplet
infection yaitu penularan melalui selaput lendir pada saluran
napas. Mycobacterium leprae tidak dapat
bergerak sendiri (karena tidak
mempunyai alat gerak) dan tidak menghasilkan racun
yang dapat merusak
kulit, sedangkan ukuran fisiknya lebih besar
daripada pori-pori kulit.
Oleh karena itu, Mycobacterium leprae
yang karena sesuatu
hal dapat menempel pada kulit
kita, tidak akan dapat menembus kulit kalau
tidak ada luka pada kulit
kita.Seandainya Mycobacterium leprae tersebut dapat menembus kulit, maka
sel-sel darah putih yang
merupakan bagian dari
sistim pertahanan tubuh akan segera memakannya.
Mekanisme penularan yang
tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis
telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Selain manusia,
hewan yang dapat tekena kusta adalah armadilo, simpanse,
dan monyet
pemakan kepiting Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang
terinfeksi oleh kuman M. leprae menderita
kusta, dan diduga faktor genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit
kusta di keluarga tertentu. Belum
diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta
yang berbeda pada setiap individu.faktor ketidakcukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab.
Penyakit ini sering dipercaya bahwa penularannya
disebabkan oleh kontak antara orang yang terinfeksi dan orang yang sehat. Dalam penelitian terhadap insidensi,
tingkat infeksi untuk kontak lepra
lepromatosa beragam dari 6,2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipina
hingga 55,8 per 1000 per tahun di IndiaSelatan
Dua pintu keluar dari M.
leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus
lepromatosa menunjukkan adnaya
sejumlah organisme di dermis kulit.
D.
MANIFESTASI
KLINIS
ü Kelainan pada saraf tepi
Kelainan yang terjadi dapat
berupa penebalan yang nyeri tekan akibat proseskeradangan atau reaksi fibrosis.
Terjadinya terutama pada saraf tepi yang dalam perjalanannya mendekati permukaan kulit al.: nulnaris mgnus, n. Perouneus lateralis dan n. Medianus
Terjadinya terutama pada saraf tepi yang dalam perjalanannya mendekati permukaan kulit al.: nulnaris mgnus, n. Perouneus lateralis dan n. Medianus
ü
Kelainan pada kulit
Kelainan yang terjadi dapat berupa bercak mati rasa atau makula anastetika, nodula, ulkus, ichtiosis, penebalan cuping telinga serta facies leonina.
Kelainan yang terjadi dapat berupa bercak mati rasa atau makula anastetika, nodula, ulkus, ichtiosis, penebalan cuping telinga serta facies leonina.
ü Kelainan pada rambut
Kerontokan rambut yang terjadi biasanya terbatas pada mukula atau pada alis mata (madarosis)
Kerontokan rambut yang terjadi biasanya terbatas pada mukula atau pada alis mata (madarosis)
ü Kelainan pada otot
Kelainan dapat berupa disuse atrophy dari otot-otot yang dienervasi oleh saraf tepi yang rusak al: atrofi tenar, hipotenar, M.interosei, M.lumbricalis.
Kelumpuhan otot-otot diikuti kekakuan sendi sehingga terjadi claw hand, drop foot dan drop hand.
Kelainan dapat berupa disuse atrophy dari otot-otot yang dienervasi oleh saraf tepi yang rusak al: atrofi tenar, hipotenar, M.interosei, M.lumbricalis.
Kelumpuhan otot-otot diikuti kekakuan sendi sehingga terjadi claw hand, drop foot dan drop hand.
ü
Kelainan pada tulang
Dapat berupa osteomyelitis sehingga terjadi mutilasi.
Dapat terjadi res orbsi pada tulang terutama pada jari-jari sehingga memendek dan ujungnya bengkok disebut sebagai telescopic finger.
Dapat berupa osteomyelitis sehingga terjadi mutilasi.
Dapat terjadi res orbsi pada tulang terutama pada jari-jari sehingga memendek dan ujungnya bengkok disebut sebagai telescopic finger.
ü Kelainan pada mata.
Kelainan pada mata sering diakibatkan oleh kelumpuhan dari m. orbiculris oculi sehingga terjadi lagopthalmus atau mata tidak dapat dipejamkan sehingga mata menjadi kering dengan akibat terjadi keratitis yang dapat berlanjut menjadi ulkus kronea, iritis, iridosi klitis dan berakhir kebutaan.
Kelainan pada mata sering diakibatkan oleh kelumpuhan dari m. orbiculris oculi sehingga terjadi lagopthalmus atau mata tidak dapat dipejamkan sehingga mata menjadi kering dengan akibat terjadi keratitis yang dapat berlanjut menjadi ulkus kronea, iritis, iridosi klitis dan berakhir kebutaan.
ü Kelainan pada testis
Dapat terjadi orkitis atau keradangan pada testis dan berakhir menjaadi atrofi. Atrofi testis ini yang mengakibatkan ginekomasti.
Dapat terjadi orkitis atau keradangan pada testis dan berakhir menjaadi atrofi. Atrofi testis ini yang mengakibatkan ginekomasti.
E.
PENYEBAB
Mycobacterium leprae adalah
penyebab dari kusta.Sebuah bakteri yang tahan
asam M.leprae juga
merupakan bakteri aerobik, gram
positif, berbentuk batang, dan dikelilimgi
oleh membran sel lilin
yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium.M.
leprae belum dapat dikultur pada laboratorium
F.
PENULARAN
ü
Tapi diduga menular
melalui salura pernapasan (droplet infection)
ü
Pendapat lain mengatakan
bhw penularannya melalui kontak langsung, erat dan berlangsung lama
ü
Faktor-faktor yang
mempengaruhi penularan penyakit morbus hansen adalah Umur, Jenis kelamin,
Ras,Genetik, Iklim, Lingkungan/sosio ekonomi, Kekekbalan –> (± 93 – 95 %
kekebalan pada penyakit lepra)
G. TANDA DAN
GELALA
1.
lesi kulit yang anestesi
2.
Penebalan saraf perifer
3.
Ditemukan mycobacterium leprae.
Gejala pada tiap
orang akan berbeda, karena tergantung daribeberap hal, misalnya :
- multiplikasi kuman
- respon imun penderita terhadap M.Leprae
- komplikasi yang disebabkan oleh kerusakan saraf perifer
- multiplikasi kuman
- respon imun penderita terhadap M.Leprae
- komplikasi yang disebabkan oleh kerusakan saraf perifer
H.
PENCEGAHAN
Pengobatan dini bisa mencegah atau
memperbaiki kelainan bentuk, tetapi
penderita cenderung mengalami masalah psikis dan sosial. Tidak perlu dilakukan isolasi.Lepra hanya
menular jika terdapat dalam bentuk lepromatosa
yang tidak diobati dan itupun tidak mudah ditularkan kepada orang lain. selain itu, sebagian besar secara
alami memiliki kekebalan terhadap lepra
dan hanya orang yang tinggal serumah dalam jangka waktu yang lama yang memiliki resiko tertular.
I.
PENATALASANAAN
Antibiotik dapat menahan perkembangan
penyakit atau bahkan menyembuhkannya. Beberapa mikobakterium mungkin resisten
terhadap obat tertentu, karena itu sebaiknya diberikan lebih dari 1 macam obat,
terutama pada penderita lepra lepromatosa.
Antibiotik yang paling banyak digunakan untuk mengobati lepra adalah dapson, relatif tidak mahal dan biasanya aman. Kadang obat ini menyebabkan reaksi alergi berupa ruam kulit dan anemia.
Antibiotik yang paling banyak digunakan untuk mengobati lepra adalah dapson, relatif tidak mahal dan biasanya aman. Kadang obat ini menyebabkan reaksi alergi berupa ruam kulit dan anemia.
Rifampin adalah obat yang lebih
mahal dan lebih kuat daripada dapson.
Efek samping yang paling serius adalah kerusakan hati dan gejala-gejala yang menyerupai flu.
Antibiotik lainnya yang bisa diberikan
adalah klofazimin, etionamid, misiklin, klaritromisin dan ofloksasin. Terapi
antibiotik harus dilanjutkan selama beberapa waktu karena bakteri penyebab
lepra sulit dilenyapkan. Pengobatan bisa dilanjutkan sampai 6 bulan atau lebih,
tergantung kepada beratnya infeksi dan penilaian dokter. Banyak penderita lepra
lepromatosi yang mengkonsumsi dapson seumur hidupnya.
J.
DIAGNOSA
A. Kerusakan
integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
B. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan
dengan proses inflamasi jaringan
C. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
D. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh
K.
RENCANA
KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
A. Diagnosa I :
Kerusakan
integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
a.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi berhenti dan
berangsur-angsur sembuh.
b.
Kriteria
hasil :
·
Menunjukkan
regenerasi jaringan
·
Mencapai
penyembuhan tepat waktu pada lesi
c. Intervensi:
1. Kaji / catat warna lesi,perhatikan jika ada jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka
Rasional: Memberikan inflamasi dasar tentang terjadi proses inflamasi dan atau mengenai sirkulasi daerah yang terdapat lesi.
2. Berikan perawatan khusus pada daerah yang terjadi inflamasi
Rasional: menurunkan terjadinya penyebaran inflamasi pada jaringan sekitar.
3. Evaluasi warna lesi dan jaringan yang terjadi inflamasi perhatikan adakah penyebaran pada jaringan sekitar
Rasional : Mengevaluasi perkembangan lesi dan inflamasi dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
4. Bersihan lesi dengan sabun pada waktu direndam
Rasional: Kulit yang terjadi lesi perlu perawatan khusus untuk mempertahankan kebersihan lesi
5. Istirahatkan bagian yang terdapat lesi dari tekanan
Rasional: Tekanan pada lesi bisa maenghambat proses penyembuhan
B. Diagnosa 2 :
1. Kaji / catat warna lesi,perhatikan jika ada jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka
Rasional: Memberikan inflamasi dasar tentang terjadi proses inflamasi dan atau mengenai sirkulasi daerah yang terdapat lesi.
2. Berikan perawatan khusus pada daerah yang terjadi inflamasi
Rasional: menurunkan terjadinya penyebaran inflamasi pada jaringan sekitar.
3. Evaluasi warna lesi dan jaringan yang terjadi inflamasi perhatikan adakah penyebaran pada jaringan sekitar
Rasional : Mengevaluasi perkembangan lesi dan inflamasi dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
4. Bersihan lesi dengan sabun pada waktu direndam
Rasional: Kulit yang terjadi lesi perlu perawatan khusus untuk mempertahankan kebersihan lesi
5. Istirahatkan bagian yang terdapat lesi dari tekanan
Rasional: Tekanan pada lesi bisa maenghambat proses penyembuhan
B. Diagnosa 2 :
Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan
dengan proses inflamasi jaringan
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi berhenti dan berangsur-angsur hilang
b. Kriteria hasil :
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi berhenti dan berangsur-angsur hilang
b. Kriteria hasil :
setelah dilakukan tindakan keperawatan
proses inflamasi dapat berkurang dan
nyeri berkurang dan beraangsur-angsur hilang
c. Intervensi:
1. Observasi lokasi, intensitas dan penjalaran nyeri
Rasional: Memberikan informasi untuk membantu dalam memberikan intervensi.
2. Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan atau keadaan pasien
3. Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik distraksi dan relaksasi
Rasional: Dapat mengurangi rasa nyeri.
4. Atur posisi senyaman mungkin
Rasional: Posisi yang nyaman dapat menurunkan rasa nyeri
5. kolaborasi untuk pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional: menghilangkan rasa nyerI
c. Intervensi:
1. Observasi lokasi, intensitas dan penjalaran nyeri
Rasional: Memberikan informasi untuk membantu dalam memberikan intervensi.
2. Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan atau keadaan pasien
3. Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik distraksi dan relaksasi
Rasional: Dapat mengurangi rasa nyeri.
4. Atur posisi senyaman mungkin
Rasional: Posisi yang nyaman dapat menurunkan rasa nyeri
5. kolaborasi untuk pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional: menghilangkan rasa nyerI
C. Diagnosa 3 :
Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan
kelemahan fisik
a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kelemahan fisik dapat teratasi dan aktivitas dapat dilakukan
a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kelemahan fisik dapat teratasi dan aktivitas dapat dilakukan
b.
kriteria hasil
·
Pasien
dapat melakukan aktivitas sehari-hari
·
Kekuatan otot penuh
c.
Intervensi:
1. Pertahankan posisi tubuh yang nyaman
Rasional: meningkatkan posisi fungsional pada ekstremitas
2. Perhatikan sirkulasi, gerakan, kepekaan pada kulit
Rasional: oedema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas
3. Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif kemudian aktif
Rasional: mencegah secara progresif mengencangkan jaringan, meningkatkan pemeliharaan fungsi otot/ sendi
1. Pertahankan posisi tubuh yang nyaman
Rasional: meningkatkan posisi fungsional pada ekstremitas
2. Perhatikan sirkulasi, gerakan, kepekaan pada kulit
Rasional: oedema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas
3. Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif kemudian aktif
Rasional: mencegah secara progresif mengencangkan jaringan, meningkatkan pemeliharaan fungsi otot/ sendi
4. Jadwalkan pengobatan dan aktifitas perawatan untuk memberikan periode istirahat
Rasional: meningkatkan kekuatan dan toleransi pasien terhadap aktifitas
5. Dorong dukungan dan bantuan keluaraga/ orang yang terdekat pada latihan
Rasional: menampilkan keluarga / oarng terdekat untuk aktif dalam perawatan pasien dan memberikan terapi lebih konstan
D. Dianosa 4 :
Gangguan konsep diri (citra diri) yang
berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh
a. Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan tubuh dapat berfungsi secara optimal dan konsep diri meningkat
a. Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan tubuh dapat berfungsi secara optimal dan konsep diri meningkat
b.
kriteria hasil
·
Pasien
menyatakan penerimaan situasi diri
·
Memasukkan
perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negative
c.
Intervensi :
1. Kaji makna perubahan pada pasien
Rasional: episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba. Ini memerlukan dukungan dalam perbaikan optimal
2. Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergantungan dan kemarahan. Perhatikan perilaku menarik diri.
Rasional: penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan
3. Berikan harapan dalam parameter situasi individu, jangan memberikan kenyakinan yang salah
Rasional: Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realitas
1. Kaji makna perubahan pada pasien
Rasional: episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba. Ini memerlukan dukungan dalam perbaikan optimal
2. Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergantungan dan kemarahan. Perhatikan perilaku menarik diri.
Rasional: penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan
3. Berikan harapan dalam parameter situasi individu, jangan memberikan kenyakinan yang salah
Rasional: Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realitas
4. Berikan penguatan positif
Rasional: kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping positif
5. Berikan kelompok pendukung untuk orang terdekat
Rasional: meningkatkan ventilasi perasaan dan memungkinkan respon yang lebih membantu pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar