Selasa, 11 Desember 2012

ASKEP KMB




BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang

              Mycobacterium leprae merupakan parasit obligat intraseluler yang terutama terdapat pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel Schwan di jaringan saraf. BilaMycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh, akan menimbulkan reaksi Hipersensitifitas tipe IV oleh sel TH1­, sel pembunuh dan  makrofag. Antigen difagositosis oleh makrofag, diolah, dan dipresentasikan pada sel TH. Sensitisasi ini berlangsung lebih dari 5 hari. Pada kontak kedua, sejumlah sel T teraktivasi menjadi sel TH1. Sel ini akan merangsang pembentukan monosit di sumsum tulang melalui IL-3 dan faktor yang merangsang koloni makrofag-granulosit (GM-CSF) sehingga menarik monosit dan makrofag melalui kemokin, seperti MCPs (monocyte chemoattractant proteins) dan MIPs (monocyte inflammatory proteins), dan mengaktifkannya melalui interfeuron γ (IFN-γ). MCPs dan MIPs bersama dengan TNF-β meyebabkan reaksi peradangan yang hebat.
            Makrofag dalam jaringan berasal dari monosit dalam darah yang mempunyai nama khusus, antara lain sel Kupffer dari hati, sel aveolar dari paru, sel glia dari otak, dan dari kulit disebut histiosit. Dengan adanya proses imunologik, histiosit datang ke tempat kuman. Kalau datangnya berlebihan dan tidak ada lagi yang harus difagosit, makrofag akan berubah bentuk menjadi sel epiteloid yang tidak dapat bergerak dan kemudian akan berubah menjadi sel datia Langhans. Adanya massa epiteloid yang berlebihan dikelilingi limfosit disebut tuberkel akan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. Pada penderita dengan Sistem Imun Seluler (SIS) rendah atau lumpuh, histiosit tidak dapat menghancurkan M. Lepra yang sudah ada didalamnya, bahkan ijdikan tempt berkembang iak dan disebut sel Virchow atausel lepra atau sel busa dan sebagai alat pengangkut penyebarluasan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   PENGERTIAN

                   Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai penyakit kusta atau lepra adalah sebuah  penyakit infeksi kronis  yang sebelumnya,diketahui hanya disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae hingga di temukan baktery  Mycobacterium lepromatosis olehUniversitas Texas pada tahun 2008, yang menyebabkan endemik sejenis kusta di Meksiko dan Karibia, yang dikenal lebih khusus dengan sebutandiffuse lepromatous leprosy. Sedangkan bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ilmuwan Norwegia bernama Gerhard Henrik Armauer Hansen pada tahun 1873 sebagai patogen yang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai lepra. Saat ini penyakit lepra lebih disebut sebagai penyakit Hansen.
                   Morbus Hansen juga adalah penyakit infeksi yang kronis, disebabkan oleh Mikrobakterium leprae yang obligat intra seluler yang menyerang syaraf perifer, kulit, mukosa traktus respiratorik bagian Atas kemudian menyerang organ-organ kecuali susunan syaraf pusat.
penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya



B.   ETIOLOGI

                   Kuman penyebabnya Adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G. A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia. M. leprae berbetuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um, tahan asam dan alcohol serta Gram positif. Di luar tubuh dapat hidup selama 2-9 hari. Masa pembelahan time rata-rata 20 hari. atau generationgram positif, berbentuk batang, dan dikelilimgi olehmembran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium. M. leprae belum dapat dikultur pada laboratorium.
                    Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo


C.   PATOFISIOLOGI
                   Walaupun  penyebab penyakit ini sudah diketahui pada  tahun      1873  (lebih dari 100 tahun lalu), namun cara  penularannya masih belum         diketahui  secara pasti. Teori yang paling banyak dianut  adalah penularan      melalui kontak/sentuhan yang berlangsung  lama;  namun  berbagai         penelitian  mutakhir mengarah pada   droplet  infection  yaitu penularan        melalui selaput lendir pada saluran napas.  Mycobacterium  leprae tidak          dapat bergerak sendiri (karena  tidak mempunyai  alat  gerak) dan tidak           menghasilkan racun  yang  dapat  merusak  kulit,  sedangkan ukuran                fisiknya lebih  besar  daripada  pori-pori  kulit.  Oleh  karena itu,       Mycobacterium  leprae  yang   karena  sesuatu  hal dapat menempel pada          kulit kita, tidak  akan dapat menembus kulit kalau tidak ada luka pada       kulit kita.Seandainya Mycobacterium leprae tersebut dapat  menembus kulit,   maka  sel-sel  darah  putih yang  merupakan  bagian  dari  sistim             pertahanan tubuh akan segera memakannya.
                   Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa          hipotesis telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan      dari udara. Selain manusia, hewan yang dapat tekena kusta        adalah armadilosimpanse, dan monyet pemakan kepiting Terdapat bukti           bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman M.           leprae menderita kusta, dan diduga faktor genetika juga ikut berperan,     setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta    di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu.faktor ketidakcukupan gizi juga         diduga merupakan faktor penyebab. Penyakit ini sering dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang yang terinfeksi dan           orang yang sehat. Dalam penelitian terhadap insidensi, tingkat infeksi     untuk kontak lepra lepromatosa beragam dari 6,2 per 1000 per tahun        di Cebu, Philipina hingga 55,8 per 1000 per tahun di IndiaSelatan         Dua pintu keluar dari M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah       kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa           menunjukkan adnaya sejumlah organisme di dermis kulit.

D.   MANIFESTASI KLINIS

ü Kelainan pada saraf tepi 
              Kelainan yang terjadi dapat berupa penebalan yang nyeri tekan akibat proseskeradangan atau reaksi fibrosis. 
Terjadinya terutama pada saraf tepi yang dalam perjalanannya mendekati permukaan kulit al.: nulnaris mgnus, n. Perouneus lateralis dan n. Medianus
ü Kelainan pada kulit 
              Kelainan yang terjadi dapat berupa bercak mati rasa atau makula anastetika, nodula, ulkus, ichtiosis, penebalan cuping telinga serta facies leonina. 
ü  Kelainan pada rambut 
              Kerontokan rambut yang terjadi biasanya terbatas pada mukula atau pada alis mata (madarosis) 
ü  Kelainan pada otot 
              Kelainan dapat berupa disuse atrophy dari otot-otot yang dienervasi oleh saraf tepi yang rusak al: atrofi tenar, hipotenar, M.interosei, M.lumbricalis. 
Kelumpuhan otot-otot diikuti kekakuan sendi sehingga terjadi claw hand, drop foot dan drop hand. 
ü  Kelainan pada tulang 
              Dapat berupa osteomyelitis sehingga terjadi mutilasi.
Dapat terjadi res orbsi pada tulang terutama pada jari-jari sehingga memendek dan ujungnya bengkok disebut sebagai telescopic finger.
ü  Kelainan pada mata. 
Kelainan pada mata sering diakibatkan oleh kelumpuhan dari m. orbiculris oculi sehingga terjadi lagopthalmus atau mata tidak dapat dipejamkan sehingga mata menjadi kering dengan akibat terjadi keratitis yang dapat berlanjut menjadi ulkus kronea, iritis, iridosi klitis dan berakhir kebutaan. 
ü  Kelainan pada testis 
              Dapat terjadi orkitis atau keradangan pada testis dan berakhir menjaadi atrofi. Atrofi testis ini yang mengakibatkan ginekomasti. 

E.   PENYEBAB

          Mycobacterium leprae adalah penyebab dari kusta.Sebuah bakteri yang tahan asam M.leprae juga merupakan bakteri aerobikgram positif, berbentuk batang, dan dikelilimgi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium.M. leprae belum dapat dikultur pada laboratorium

F.    PENULARAN
ü Tapi diduga menular melalui salura pernapasan (droplet infection)
ü Pendapat lain mengatakan bhw penularannya melalui kontak langsung, erat dan berlangsung lama
ü Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan penyakit morbus hansen adalah Umur, Jenis kelamin, Ras,Genetik, Iklim, Lingkungan/sosio ekonomi, Kekekbalan –> (± 93 – 95 % kekebalan pada penyakit lepra)


G.  TANDA DAN GELALA

    1. lesi kulit yang anestesi
    2. Penebalan saraf perifer
    3. Ditemukan mycobacterium leprae.
                             Gejala pada tiap orang akan berbeda, karena tergantung                           daribeberap hal, misalnya :
                   -  multiplikasi kuman
                   -  respon imun penderita terhadap  M.Leprae
                   -  komplikasi yang disebabkan oleh  kerusakan  saraf perifer

H.  PENCEGAHAN
              Pengobatan dini bisa mencegah atau memperbaiki kelainan bentuk,          tetapi penderita cenderung mengalami masalah psikis dan sosial. Tidak        perlu dilakukan isolasi.Lepra hanya menular jika terdapat dalam bentuk   lepromatosa yang tidak diobati dan itupun tidak mudah ditularkan kepada    orang lain. selain itu, sebagian besar secara alami memiliki kekebalan   terhadap lepra dan hanya orang yang tinggal serumah dalam jangka    waktu yang lama yang memiliki resiko tertular.

I.      PENATALASANAAN 

          Antibiotik dapat menahan perkembangan penyakit atau bahkan menyembuhkannya. Beberapa mikobakterium mungkin resisten terhadap obat tertentu, karena itu sebaiknya diberikan lebih dari 1 macam obat, terutama pada penderita lepra lepromatosa.
Antibiotik yang paling banyak digunakan untuk mengobati lepra adalah dapson, relatif tidak mahal dan biasanya aman. Kadang obat ini menyebabkan reaksi alergi berupa ruam kulit dan anemia.
              Rifampin adalah obat yang lebih mahal dan lebih kuat daripada     dapson. Efek samping yang paling serius adalah kerusakan hati dan      gejala-gejala yang menyerupai flu.
          Antibiotik lainnya yang bisa diberikan adalah klofazimin, etionamid, misiklin, klaritromisin dan ofloksasin. Terapi antibiotik harus dilanjutkan selama beberapa waktu karena bakteri penyebab lepra sulit dilenyapkan. Pengobatan bisa dilanjutkan sampai 6 bulan atau lebih, tergantung kepada beratnya infeksi dan penilaian dokter. Banyak penderita lepra lepromatosi yang mengkonsumsi dapson seumur hidupnya.


J.     DIAGNOSA

A.    Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan          proses  inflamasi
B.      Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses    inflamasi jaringan 
C.      Intoleransi aktivitas yang berhubungan     dengan kelemahan fisik
D.     Gangguan konsep diri (citra diri) yang       berhubungan dengan ketidakmampuan dan    kehilangan fungsi tubuh 

K.  RENCANA KEPERAWATAN DAN  INTERVENSI

A.  
Diagnosa I :
Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
a.     Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi berhenti dan berangsur-angsur sembuh.
b.     Kriteria hasil :
·        Menunjukkan regenerasi jaringan 
·        Mencapai penyembuhan tepat waktu pada lesi
c.      Intervensi:
1. Kaji / catat warna lesi,perhatikan jika ada jaringan nekrotik    dan kondisi sekitar luka 
      Rasional: Memberikan inflamasi dasar tentang terjadi proses          inflamasi dan atau mengenai sirkulasi daerah yang terdapat     lesi.
2. Berikan perawatan khusus pada daerah yang terjadi inflamasi
      Rasional: menurunkan terjadinya penyebaran inflamasi pada          jaringan sekitar.
3. Evaluasi warna lesi dan jaringan yang terjadi inflamasi perhatikan adakah penyebaran pada jaringan sekitar
      Rasional : Mengevaluasi perkembangan lesi dan inflamasi     dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
4. Bersihan lesi dengan sabun pada waktu direndam
      Rasional: Kulit yang terjadi lesi perlu perawatan khusus       untuk mempertahankan kebersihan lesi
5. Istirahatkan bagian yang terdapat lesi dari tekanan
      Rasional: Tekanan pada lesi bisa maenghambat proses          penyembuhan

B.  Diagnosa 2 :
       Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan proses         inflamasi berhenti dan berangsur-angsur hilang
b.
 Kriteria hasil :
      setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi      dapat berkurang dan nyeri berkurang dan beraangsur-angsur       hilang
c. Intervensi:
      1. Observasi lokasi, intensitas dan penjalaran nyeri 
                Rasional: Memberikan informasi untuk membantu                       dalam memberikan intervensi.
      2. Observasi tanda-tanda vital
                Rasional: Untuk mengetahui perkembangan atau                         keadaan pasien
      3. Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik distraksi dan                     relaksasi
                Rasional: Dapat mengurangi rasa nyeri.
      4. Atur posisi senyaman mungkin
                Rasional: Posisi yang nyaman dapat menurunkan rasa                nyeri
      5. kolaborasi untuk pemberian analgesik sesuai indikasi
                Rasional: menghilangkan rasa nyerI


C. Diagnosa 3 :
       Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
a.  Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kelemahan fisik dapat teratasi dan aktivitas dapat dilakukan
b. kriteria hasil
·        Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
·         Kekuatan otot penuh
c.      Intervensi:
1. Pertahankan posisi tubuh yang nyaman
           Rasional: meningkatkan posisi fungsional pada            ekstremitas
2. Perhatikan sirkulasi, gerakan, kepekaan pada kulit
           Rasional: oedema dapat mempengaruhi sirkulasi pada           ekstremitas
3. Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali       dengan pasif kemudian aktif
           Rasional: mencegah secara progresif mengencangkan             jaringan, meningkatkan pemeliharaan fungsi otot/                        sendi

4. Jadwalkan pengobatan dan aktifitas perawatan untuk         memberikan periode istirahat
           Rasional: meningkatkan kekuatan dan toleransi pasien          terhadap aktifitas
5. Dorong dukungan dan bantuan keluaraga/ orang yang                  terdekat pada latihan
           Rasional: menampilkan keluarga / oarng terdekat                   untuk aktif dalam perawatan pasien dan memberikan            terapi lebih konstan

D. Dianosa 4 :
            Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh 
a. Tujuan:
           setelah dilakukan tindakan keperawatan tubuh dapat   berfungsi secara optimal dan konsep diri meningkat
b. kriteria hasil
·        Pasien menyatakan penerimaan situasi diri
·        Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negative
c.                    Intervensi :
           1. Kaji makna perubahan pada pasien
                    Rasional: episode traumatik mengakibatkan                           perubahan tiba-tiba. Ini memerlukan dukungan                      dalam perbaikan optimal
           2. Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergantungan                dan kemarahan. Perhatikan perilaku menarik diri.
                    Rasional: penerimaan perasaan sebagai respon             normal terhadap apa yang terjadi membantu                          perbaikan
           3. Berikan harapan dalam parameter situasi individu,               jangan memberikan kenyakinan yang salah
                    Rasional: Meningkatkan perilaku positif dan                memberikan kesempatan untuk menyusun                                       tujuan dan rencana untuk masa depan                                                berdasarkan realitas

          4. Berikan penguatan positif
                    Rasional: kata-kata penguatan dapat                                      mendukung terjadinya perilaku koping positif
          5. Berikan kelompok pendukung untuk orang terdekat
                    Rasional: meningkatkan ventilasi perasaan dan            memungkinkan respon yang lebih membantu                         pasien.

 


                            
                             DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar